Jeritan Hati
Cinta, bagiku saat ini hanyalah sebongkah rasa berbentuk secuil asa hampa. Sebuah rasa yang diluar control diri. Sebuah rasa yang membangun estetika mematikan. Yah, itulah cinta.
aku mencintaimu dalam setiap waktuku.
Hari berganti hari, namun arah hatiku tak pernah mau berubah.
Aku tak pernah jenuh menunggu, menunggu untuk kau cintai. Namun, kau selalu menganggapku lalu.
Engkau ku nanti dengan seluruh pengharapan.
Namun apa daya? Hanya ruang hampa yang kudapat. Hingga akhirnya kuputuskan untuk bersahabat dengan rasa rinduku padamu yang tak pernah terlafaskan.
Tiba-tiba aku jatuh hati pada seseorang yang kecantikannya sangat memikat. Tulismu jelas dalam SMS.Aku terenyuh. Pasti bukan aku. Lalu siapakah yang telah mengusik penjagaan hatimu?Kenalkan aku padanya…Lalu kau balas,Belum waktunya sahabat, nanti ketika waktu benar-benar menyatukan kami atau bahkan memisahkan kami, maka kau akan tahu segalanya.
Ya.. hampir saja aku lupa kalau aku hanya sahabat! Seorang sahabat yang senantiasa menyemangati. Di larang keras ada rasa cinta diantara kami! Tapi cinta adalah rasa yang di luar control logika. Kebersamaan kami setahun belakang ini telah mengukir rasa dalam sebongkah asa yang sebenarnya hampa di hatiku.
Ada luka di hati ketika aku harus sendiri tanpa dirimu sahabat. Sakit.. sakit sekali hati ini menahan segala rasa. Aku tersenyum dalam tangis. Aku tertawa dalam jerit yang tak terdengar! Yah, ini semua karena aku sahabatmu dan karena benteng persahabatan kita cukup kuat menutupi lukaku dari pandanganmu.
Aku sadar bahwa aku hanya mengejar bayang-bayang. Sahabatku, engkau terlalu sempurna untuk ku raih dalam dekapan. Sungguh, aku ingin sekali membunuh rasa ini, tapi aku terlanjur meletakkan dirimu dalam setiap ruang hatiku! jujur, aku lelah! Aku lelah bersandiwara dan berkelahi dengan diriku sendiri. Aku ingin berhenti sebelum ini semakin jauh! Aaaah, andai saja kau tidak mencuri seluruh hatiku waktu itu, sakit ini tidak akan pernah tejadi sahabat.
Oh Tuhan, kali ini ia kembali terusik dengan wanita lain. Sedangkan aku, aku semakin sekarat dengan semua ini. apa yang harus kulakukan? Apakah dengan menjadi seperti wanita lain aku akan dicintai? Hanya engkau sahabat yang tahu jawabannya.
***
senja sore itu sangat redup. Menunjukan keprihatinan alam pada diriku yang tergelepar tak berdaya melawan luka. Luka yang terlah meradang parah di hatiku.
“aku benar-benar menyukainya Vina, aku harus mengatakannya.” ucapmu melukaiku.
Aku menanggapi dengan senyuman. Hanya itulah yang mampu aku gunakan untuk menutupi remuknya diriku.
“Bakti, boleh aku tahu siapa wanita beruntung itu?” tanyaku hati-hati.
“matanya sangat indah Vin, lesung pipinya, bibirnya merah merekah, ia sangat cantik. Selain itu ia juga dewasa dan se iman denganku, ia bertakwa.” Engkau menerawang jauh membayangkan gadis yang kau puja. Tak sadarkah kau, hatiku menjerit melihat dirimu begitu mengaguminya.
Aku bagaikan tertusuk belati karat yang memuntahkan segala kebahagiaanku.
Bakti, sadarlah sahabat! Aku mencintaimu dengan seluruh hatiku, tak bisakah kau melihat tulusnya kasihku padamu?
“sudah kau dekati dirinya?” tanyaku parau
“aku ingin sekali Vina, namun aku bekum siap. Maukah kau membantuku Vina?” tanyanya antusias.
Oh Tuhan, betapa menyakitkannya perkataan itu. Aku harus membantu seseorang yang aku cintai untuk mendekati wanita lain.
Apakah tidak cukup selama ini kau sakiti hatiku Bakti? Kau bersikap tak acuh, sedangkan aku sangat peduli tentang dirimu!
Kau selalu menceritakan tentang wanita-wanita cantik yang kau lihat, sedangkan memujiku sedikitpun kau tak pernah!
“Tidak Bakti, aku tidak bisa.”
“Kenapa Vina? Bukankah kau selalu bersamaku, kau pasti mengerti tentang inginku.”
“maaf Bakti, aku tak bisa menjelaskan alasanku. Tapi aku mohon, lupakan wanita itu.”
Aku beranjak melangkah meninggalkanmu. Namun ternyata langkahku kalah cepat degan tanganmu yang menarik diriku menatap matamu.
Hujan kini telah menjadi badai. Riuh bergemuruh memporak porandakan segalanya. Aku tak mampu lagi berucap, aku hanya terisak meneteskan air mata kekecewaan. Bentengku hancur, semua lukaku telah terlihat. Aku terlihat sangat menyedihkan, mengemis secuil asa pada seorang sahabat.
Aku menginginkan dirimu sahabat. Asaku adalah engkau ada seutuhnya untukku. Aku tahu, ini lah keegoisanku. Tapi aku hanyalah manusia yang butuh di cintai. Tataplah aku sobat, lihatlah aku lebih dalam. Aku seutuhnya mengasihimu.
“Maaf Bakti, aku tidak bisa.” Ucapku di sela isak tangis.
“mengapa Vina? Mengapa kau mencintaiku?” tanyamu pasti
“Aku tidak tahu Bakti. Aku hanya mencintaimu, tidak jelas apa alasan yang menguatkan rasaku padamu.”
“Vina, maafkan aku. Tapi kau adalah sahabat terbaikku. Aku tak ingin merusaknya dengan sebuah perkara cinta.” Ucapnya menusuk hatiku.
“aku mengerti. Ini semua salahku, aku menyimpan rasa yang salah. Tenang saja Bakti, aku akan belajar mengubur rasa cintaku padamu.”
“apa kau bisa? Apa kau bisa mengubur rasamu jika aku tetap berada di dekatmu?” tanyanya
“ aku bisa. Aku pasti bisa. Tapi aku mohon, jangan kau batasi dirimu padaku. Jangan kau jauhi diriku sahabat.”
“Vina, terima kasih kau telah mencintaiku. Tapi maafkan aku sahabat. Aku tak punya daya untuk membalas cintamu.”
Harapan hanyalah harapan. Mengharapkan dirimu mencintaiku hanyalah mimpi yang begitu menyakitkan. Sekarang aku bertekad untuk belajar melupakan cintaku padamu. Belajar menjadikan rasa cinta ini kenangan yang indah dalam diriku. Tapi Aku mohon, jangan kau batasi dirimu di depanku. masih atau tidak aku mencintaimu, kau tetap sahabatku yang begitu aku kagumi.
Dirimu pasti bingung dengan segala apa yang terjadi. Namun, Kau harus tahu sahabat.
Bagiku, tak ada bintang seindah di matamu. Tak ada lilin seterang di hatimu. Dan tak ada alasan untuk menggantikan dirimu di hatiku, sahabat.
bersama dengan dirimu disini, hari-hariku adalah pengharapan. berharap kelak esok mataari akan kembali bersinar dan berharap kelak sampai memutih rambut ini, kita tetap sahabat.
Sahabat yang saling menyemangati dan mengerti. Sahabat yang senantiasa satu dalam segala rasa. Terima kasih sahabat, telah kau ajarkan diriku tentang arti perjuangan dan pengorbanan. Tetaplah bersamaku sahabat, karena aku tak mau seorang diri menanti keindahan hidup.
Love,
Selly
Tidak ada komentar:
Posting Komentar